Imam al-Mahdi
Mukadimah
Bagi seorang muslim, ia harus mengedepankan keimanannya. Termasuk dalam mengimani tanda-tanda yang bakal muncul menjelang terjadinya Hari Kiamat. Satu di antara tanda-tanda itu adalah akan munculnya Al-Mahdi.
Imam al-Mahdi
(Pemimpin Yang Mendapat Pertunjuk)
Selanjutnya,mengenai Muhammad bin Abdullah,suatu nama yang sering-sering juga disebut oleh mereka yang menanti-nantikan kemunculanya di akhir zaman.Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahawa Al-Mahdi akan muncul pada akhir zaman, sebelum Nabi ‘Isa ‘alaihissalam turun. Dia seorang lelaki keturunan ahlul bait. Melalui dia, Allah Subhanahu wa Ta’ala kukuhkan agama. Dia akan berkuasa selama tujuh tahun. Pada masanya bumi ditaburi dengan keadilan sebagaimana kelaliman dan kezhaliman sempat meliputi bumi sebelumnya. Umat merasakan nikmat di bawah kekuasaannya dan belum pernah ada kenikmatan yang dirasakan seperti itu. Bumi mengeluarkan tetumbuhan, langit mengguyuri dengan hujan. Kala itu, harta diberikan tanpa batas. (Asyrath As-Sa’ah, Yusuf bin Abdillah Al-Wabil, hal. 249, At-Tadzkirah fi Ahwalil Mauta wa Umuril Akhirah, Al-Qurthubi, hal. 517)
Al-Mahdi yang diyakini Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah seorang lelaki yang bernama seperti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nama ayahnya seperti nama ayah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka, dia bernama Muhammad atau Ahmad bin Abdillah. Dia dari keturunan Fathimah bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berasal dari Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhuma. Menurut Ibnu Katsir rahimahullahu dalam An-Nihayah fil Fitan wal Malahim (hal. 45), disebutkan nama Al-Mahdi adalah Muhammad bin Abdillah Al-‘Alawi Al-Fathimi Al-Hasani.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يُبْعَثَ فِيْهِ رَجُلٌ مِنِّي أَوْ مِنْ أَهْلِ بَيْتِي، يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيْهِ اسْمَ أَبِي، يَمْلَأُ اْلأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلاً كَمَا مُلِئَتْ جُوْرًا وَظُلْمًا
“Andai tak tersisa lagi di dunia kecuali satu hari yang Allah panjangkan hari itu sehingga akan muncul seorang laki-laki dari keturunanku atau dari ahli baitku, yang namanya sama dengan namaku, nama ayahnya sama dengan nama ayahku, (saat itu) bumi dipenuhi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya yang diliputi dengan kelaliman dan kezhaliman.” (HR. At-Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad)
Nama al-Mahdi
Maka sesungguhnya lafadz:يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيْهِ اسْمَ أَبِي
“Namanya sama dengan namaku, nama ayahnya sama dengan nama ayahku.” (menunjukkan) bahawa Al-Mahdi yang dikabarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam namanya Muhammad bin Abdillah bukan Muhammad bin Al-Hasan. (Minhajus Sunnah An-Nabawiyyah fi Naqdi Kalami Asy-Syi’ah Al-Qadariyyah, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu hal. 95)
Al-Mahdi menurut Syiah
Hadist diatas adalah sangat bertentangan dengan hadist bawaan syiah yang mencemar hadist-hadist Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seperti berikut;Berbeza dengan Syi’ah. Al-Mahdi di kalangan mereka adalah penghuni bangunan di bawah tanah, iaitu imam kedua belas dari silsilah al-imamiyyah al-itsna ‘asyariyyah. Dia bernama Muhammad bin Al-Hasan Al-‘Askari, seorang imam al-muntazhar (yang ditunggu) kemunculannya dari tempat persembunyiannya di Samarra`. (lihat Kitabul Imamah war Radd ‘alar Rafidhah, karya Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ashbahani rahimahullahu, hal. 116
Kedudukan Hadist Sahih Mengenai Imam al-Mahdi
Kedudukan sesuatu hadist sangat penting bagi menjaga keaslian isinya serta menjaga kualitinya selain penyampaian maksudnya adalah benar iaitu dari Rasulullah s.a.w.
Menukil pernyataan Asy-Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al-‘Abbad dalam risalah beliau Ar-Raddu ‘ala Man Kadzaba bil Ahadits Ash-Shahihah Al-Waridah fil Mahdi wa ‘Aqidatu Ahlis Sunnah wal Atsar fil Mahdi, disebutkan bahawa jumlah sahabat yang telah meriwayatkan hadits-hadits tentang Al-Mahdi sebanyak 26 orang sahabat.
Beliau pun menyebutkan nama-nama sahabat tersebut. Lantas diikuti dengan nama-nama para imam yang meriwayatkan hadits-hadits dan atsar al-waridah tentang Al-Mahdi yang terdapat dalam kitab-kitab mereka sejumlah 36 imam.
Kemudian disertakan juga nama-nama yang menulis kitab tentang masalah Al-Mahdi.Sesungguhnya tidak ada kaitan antara akidah Ahlus Sunnah dengan Rafidhah dalam masalah Al-Mahdi.
Disebutkan juga oleh beliau bahawa hadits-hadits tentang Al-Mahdi berjumlah banyak yang telah dituliskan oleh para penulis. Hadits-hadits tersebut diungkapkan dalam bentuk mutawatir di kalangan jamaah. Keyakinan yang wajib, di kalangan Ahlus Sunnah dan selainnya seperti Asya’irah, menunjukkan kenyataan yang kuat dan tidak diragukan lagi. Berita tentang Al-Mahdi itu benar-benar akan terjadi di akhir zaman. Dan tidak ada kaitan sama sekali secara hakikat yang kuat (Al-Mahdi) di kalangan Ahlus Sunnah dengan akidah Syi’ah. Karena, keyakinan Syi’ah, bahawa (Al-Mahdi) yang akan keluar adalah Mahdi Al-Muntazhar (yang ditunggu kemunculannya) bernama Muhammad bin Al-Hasan al-‘Askari dari garis keturunan Al-Husain radhiyallahu ‘anhu. Maka, apa yang diyakini kaum Syi’ah ini secara hakiki tidak ada. Keyakinan mereka yang dinisbatkan terhadap Al-Mahdi menurut versi mereka tidak ada asal-usulnya. Secara hakikat, Al-Mahdi yang menjadi keyakinan kaum Syi’ah dibangun atas dasar akidah waham. Tidak nyata, tidak ada wujudnya. Kecuali masalah keimamahan ‘Ali bin Abi Thalib dan puteranya, Al-Hasan radhiyallahu ‘anhuma. Dan keduanya, ‘Ali bin Abi Thalib dan Al-Hasan, berlepas diri dari kaum Syi’ah dan segala bentuk keyakinan mereka tanpa diragukan lagi. (Lihat Kitabul Imamah war Radd ‘ala Ar-Rafidhah, Al-Hafizh Abu Nu’aim Al-Ashbahani, tahqiq dan ta’liq Dr. ‘Ali bin Muhammad bin Nashir Al-Faqihi, hal. 120)
Pernyataan Asy-Syaikh Abdul Muhsin di atas cukup memberi penjelasan terutama terhadap kalangan yang menolak akan munculnya Al-Mahdi pada akhir zaman. Penolakan ini sebagaimana dinyatakan Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar. Disebutkannya, bahawa hadits-hadits tentang Al-Mahdi satu dengan lainnya saling bertentangan. Misal, nama Al-Mahdi adalah Muhammad bin Abdullah, sedangkan riwayat lain –seperti dinyatakan Syi’ah Imamiyyah– adalah Muhammad bin Al-Hasan Al-‘Askari. Maka anggapan bahawa hadits-hadits Al-Mahdi itu kontradiktif, muncul lantaran adanya riwayat-riwayat yang tidak shahih. Sedangkan pada hadits-hadits yang shahih, tidak ada pertentangan sama sekali. (Asyrath As-Sa’ah, Yusuf bin Abdillah Al-Wabil, hal. 267 dan 270)
No comments:
Post a Comment